Seorang
tabi’in, Asy-Sibli, mengisahkan, “Suatu hari aku keluar dari rumahku
menuju suatu padang pasir. Saat aku tiba di suatu jalan, aku melihat
seorang pemuda yang usianya masih terlalu muda, tubuhnya kurus,
rambutnya kusut tubuhnya dekil, dan pakaiannya lusuh. Aku lihat ia duduk
di dekat sebuah pekuburan. sesekali ia memandang ke atas dan sesekali
ke bawah, sedangkan kedua bibirnya bergerak dan kedua matanya meneteskan
air mata. Aku lihat ia sedang tenggelam dalam doanya, dzikirnya, dan
istighfarnya.
Melihat
kedaan pemuda tersebut, hatiku tertarik ingin menyapanya.
Maka aku
menuju ke tempatnya.
Ketika melihat kedatanganku, ia malah berdiri dan
melarikan diri secepatnya dariku, sehingga hatiku semakin ingin mengenalnya.
Aku pun mengejarnya, tapi aku tak dapat menghentikannya.
Aku katakan kepadanya, ‘Wahai kekasih Allah, berhentilah sejenak untukku!.”
“Demi Allah, aku tidak dapat melakukannya,” jawab pemuda itu.
Kataku, ”Demi kemuliaan Allah, berhentilah sejenak untukku.”
Tetapi ia tetap meneruskan larinya dan ia berkata, ”Aku tidak dapat melakukannya.”
Kataku, ”Jika engkau memang benar (dengan sikapmu ini), perlihatkan kepadaku ihwal kesungguhanmu kepada Allah.”
Dalam keadaan tetap berlari dariku, ia berteriak dengan suara yang keras, ‘Ya Allah….”. Kemudian ia tersungkur.
Dan ketika
aku mendekati tubuhnya, ia telah meninggal dunia. Aku bingung dan heran
karena kesungguhannya kepada Allah.
Maka aku berkata dalam diriku,
”Beginilah cara Allah memuliakan sebagian hamba-Nya dengan rahmat-Nya,
dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah, Yang
Maha tinggi dan Maha agung.”
Kemudian
aku meninggalkan jenazahnya sejenak. Aku menuju perkampungan terdekat
untuk mengadakan persiapan bagi jenazah pemuda itu.
Ketika
sampai kembali di tempat itu, aku tidak mendapatkan lagi mayatnya. Aku
mencarinya ke sana-sini, tapi tetap saja aku tak berhasil
mendapatkannya.
Dalam keadaan seperti itu, aku berkata dalam hatiku, ”Mengapa ada orang lain yang mendahuluiku untuk merawatnya?”
Kemudian
aku mendengar suara, ”Wahai Syibli, sesungguhnya engkau telah cukup
memperhatikan pemuda itu, dan tidak seorang pun yang menangani
jenazahnya kecuali para malaikat. Karena itu, tingkatkan ibadahmu
kepada Tuhanmu dan banyaklah bersedekah. Karena pemuda ini tidak
mencapai kedudukan seperti ini kecuali dengan sedekahnya pada suatu
hari.”
Kataku, ”Demi Allah, beri tahukan kepadaku perihal sedekahnya pada suatu hari yang dimaksud itu.”
Suara itu
meneruskan, ”Wahai Syibli, pemuda ini dulunya adalah seorang yang suka
berbuat maksiat dan ia pernah berzina. Sampai pada suatu hari ia
diperlihatkan Allah pada suatu mimpi yang amat menakutkan baginya.
la
bermimpi melihat seekor ular besar yang melilit tubuhnya. Dari mulut
ular itu terpancar api yang membakar tubuhnya hingga hangus.
Maka ia
terbangun dalam keadaan ketakutan.
Sejak saat itu ia menyibukkan diri
dalam beribadah. Sejak saat itu hingga hari ini ia telah beribadah
selama dua belas tahun. Selama itu ia selalu dalam keadaan merendahkan
diri dan khusyu’ kepada Allah SWT.
Kemarin,
seorang pengemis meminta makan untuk hari itu kepadanya. Karena tak
punya makanan, maka ia melepas pakaian yang melekat pada tubuhnya dan
memberikannya kepada pengemis itu.
Karena gembira, pengemis itu
mendo’akan kebaikan dan memohonkan ampun bagi pemuda itu karena
bergembira dari sedekah pemuda itu, sehingga Allah mengabulkan doa
pengemis.”
Kisah ini
tidak bermaksud megajarkan pembaca untuk jadi pengemis. Akan tetapi kita
diharapkan dapat mengambil hikmahnya agar dapat menyadari akan
keutamaan sedekah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar