Entri Populer

Sabtu, 28 April 2012

.:: JILBAB GAUL = BERPAKAIAN TAP TELANJANG ::.



Jilbab Gaul: Berpakaian Tapi Telanjang

Pernahkah kita berpikir mengapa begitu banyak perempuan dan wanita muslim yang mengenakan ‘jilbab’, namun berpakaian sangat ‘provokatif,’ misalnya menampakkan lekuk-lekuk kemolekan tubuhnya? Fungsi jilbab yang semestinya diarahkan untuk menutupi aurat, seperti dada dan pinggul, justru malah diabaikan.

Sejatinya, penutup kepala seperti itu bukanlah jilbab dalam perspektif hijab yang disyariatkan Islam. Orang-orang lebih menyebutnya dengan “kerudung gaul”. Atau diistilahkan Milasari Astuti –dalam artikelnya di sebuah situs Islam— dengan istilah “jilbab cekek”, karena memang benar-benar hanya sebatas nyekek leher. Maksudnya, seorang perempuan muslim mengenakan kerudung yang menutupi kepala dan rambutnya, namun berpakaian tipis, transparan, atau ketat sehingga menampakkan lekuk tubuhnya. Semisal, kepala dibalut kerudung atau jilbab, namun berbaju atau kaos ketat, bercelana jean atau legging yang full pressed body, dan lain sebagainya.

Fenomena kerudung gaul atau jilbab cekek adalah fenomena yang sangat membingungkan bagi setiap muslim atau muslimah yang memahami ajaran Islam dengan benar. Ini mengingat, seorang perempuan atau wanita muslim yang mengenakan kerudung gaul, dalam benaknya dia ingin menutup aurat, namun juga ingin tampil pamer modis dan cantik.
Beberapa gelintir perempuan berkomentar, “Lho, masih mending memakai kerudung atau jilbab gaul, daripada tidak sama sekali?!” Yang lainnya menyatakan, “Ini kan masih belajar untuk menutup aurat.” Ya, kerudung gaul selalu dianggap lebih baik daripada tidak menutup aurat sama sekali. Atau juga dianggap sebagai sebuah proses belajar menutup aurat. Pernyataan-pernyataan tersebut sekilas tampak benar, namun sejatinya sungguh keliru. Karena seorang muslim diharuskan untuk menjalani setiap perintah syariat secara total atau kaffah.

Alih-alih menggunakan kerudung gaul untuk proses belajar menutup aurat, namun setelah itu terkadang lupa akan aturan syariat yang sebenarnya. Walaupun kemudian mereka sadar akan aturan yang sesungguhnya, namun kemudian sulit untuk berubah. Alih-alih dipandang sebagai sebuah kebaikan daripada tidak menutup aurat sama sekali, mereka justru beriman setengah-setengah.
….kerudung gaul tak ubahnya melecehkan syariat Islam dan sebagai bentuk penyaluran selera pribadinya semata. Mereka mengenakan simbol islami, tapi juga nggak mau meninggalkan mode yang sedang booming ….
Bagi para muslimah yang memahami benar ketentuan jilbab sesuai perintah teks Al-Qur‘an dan hadits, mengenakan kerudung gaul tak ubahnya melecehkan syariat Islam dan sebagai bentuk penyaluran selera pribadinya semata. “Maksudnya pengen mengenakan simbol islami, tapi juga nggak mau meninggalkan mode yang sedang booming saat ini. Akibatnya, dalam masalah kerudung aja mesti ada aturan main yang dibuatnya sendiri,” tulis salah seorang akhwat dengan id facebook Hilya Jae-hee, ketika mengomentari topik kerudung gaul.
Begitulah, bisa jadi, para wanita muslim berkerudung gaul berniat hendak menutup aurat, namun memiliki paradigma bahwa perempuan harus ‘mensyukuri’ keindahan tubuh yang telah Allah anugerahi, lalu memamerkannya kepada orang lain. Paradigma ‘bersyukur’ ini semakin meluas di negara-negara yang dikenal ketat menjaga tradisi keagamaan seperti di Timur-Tengah (Timteng). Lihat saja, kini sudah banyak majalah di negara-negara Timteng yang sampulnya memamerkan pose perempuan yang memperlihatkan perut dan bagian-bagian tubuh lainnya. Di luar negara-negara Timteng lainnya, sudah lebih parah dan berani lagi.

Bahkan lucunya, kini semacam ada pandangan yang menyatakan bahwa perempuan yang memilih untuk berjilbab panjang dan mengenakan gamis rapih, maka mereka akan kehilangan respek dari kaum lelaki. Padahal, ditilik dari sudut pandang Islam, perempuan dewasa yang tidak menutup aurat, justru merekalah yang akan kehilangan respek dari setiap muslim dan muslimah, dan kehilangan respek dari Allah tentunya.
Maraknya fenomena penggunaan kerudung gaul atau jilbab nyekek oleh para remaja putri dan wanita muslim, boleh jadi disebabkan pengetahuan mereka yang minim mengenai hijab (jilbab).

Sehingga mereka hanya ikut-ikutan saja, sebab pemahaman keislamannya belum mumpuni. Atau mereka termakan berbagai propaganda musuh-musuh Islam yang ingin menggiring kaum muslimah keluar rumah dalam keadaan ‘telanjang’. Propaganda-propaganda yang menyimpulkan bahwa jilbab adalah pakaian adat wanita Arab saja, sampai kepada pelecehan dengan istilah pakaian tradisional. Hingga banyak dari kalangan kaum muslimah termakan olehnya dan meninggalkan jilbab yang syar’i.

Padahal, jilbab yang dikehendaki syariat bermakna milhâfah, berarti baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis, atau kain (kisaa‘) apa saja yang dapat menutupi, atau pakaian (tsaub) yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh. Di dalam kamus Al-Muhith dinyatakan bahwa ilbab itu laksana sirdab (terowongan) atau sinmar (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.
….jilbab yang dikehendaki syariat bermakna milhâfah, berarti baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh….
Dalam kamus Ash-Shahhah, Al-Jauhari menyatakan, “Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah) yang sering disebut mula’ah (baju kurung). Makna jilbab seperti inilah yang diinginkan Allah ketika berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab: 59)

Para ulama pakar tafsir pun sepakat, jilbab syar’i bermakna sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada. Hal ini membuat seorang muslimah tampak elegan, santun, bermartabat, dan tentunya berkepribadian islami.
Jika seorang wanita muslimah memakai hijab (jilbab), secara tidak langsung dia berkata kepada semua kaum laki-laki, “Tundukkanlah pandanganmu, aku bukan milikmu serta kamu juga bukan milikku, tetapi aku hanya milik orang yang dihalalkan Allah bagiku. Aku orang yang merdeka dan tidak terikat dengan siapa pun, dan aku tidak tertarik kepada siapa pun, karena aku jauh lebih tinggi dan terhormat dibanding mereka yang sengaja mengumbar auratnya supaya dinikmati oleh banyak orang.”

Sementara seorang wanita muslim yang mengenakan kerudung gaul atau jilbab nyekek, ber-tabarruj atau pamer aurat dan menampakkan keindahan tubuh di depan kaum laki-laki lain, akan mengundang perhatian laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba. Secara tidak langsung dia berkata, “Silahkan kalian menikmati keindahan tubuhku dan kecantikan wajahku. Adakah orang yang mau mendekatiku? Adakah orang yang mau memandangiku? Adakah orang yang mau memberi senyuman kepadaku? Atau manakah orang yang berseloroh “Aduhai betapa cantiknya?”
….Wanita yang mengenakan kerudung gaul itu pamer aurat dan keindahan tubuh di depan kaum laki-laki lain. Mereka mengundang perhatian laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba….
Setiap laki-laki pun sontak berebut menikmati keindahan tubuhnya dan kecantikan wajahnya. Mata mereka akan menelanjanginya dari atas hingga mata kaki. Sehingga membuat laki-laki terfitnah, maka jadilah dia sasaran empuk laki-laki penggoda dan suka mempermainkan wanita.


Inilah mengapa para pengguna kerudung gaul diibaratkan berpakaian namun telanjang. Hal ini sebagaimana disinyalir Rasulullah dalam sabda beliau, “Dua golongan dari ahli neraka yang tidak pernah aku lihat: seorang yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang dia memukul orang-orang, dan perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, berlenggok-lenggok, kepalanya bagaikan punuk onta yang bergoyang. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan baunya, sekalipun ia bisa didapatkan sejak perjalanan sekian dan sekian. (HR. Muslim)

Ketika ditanya mengenai sabda Nabi: “Berpakaian tapi telanjang”, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjawab, “Yakni wanita-wanita tersebut memakai pakaian, akan tetapi pakaian mereka tidak tertutup rapat (menutup seluruh tubuhnya atau auratnya).”
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun (berpakaian namun telanjang) adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Lihat: Jilbab Al-Mar‘ah Muslimah, 125-126).
….Rasulullah bersabda bahwa wanita berpakaian tapi telanjang (kasiyatun ‘ariyatun) itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan baunya….
Al-Munawi, dalam Faidh Al-Qadir, mengatakan mengenai makna ‘berpakaian namun telanjang’, “Senyatanya memang wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya dia telanjang. Karena wanita tersebut mengenakan pakaian yang tipis sehingga dapat menampakkan kulitnya. Makna lainnya adalah dia menampakkan perhiasannya, namun tidak mau mengenakan pakaian takwa. Makna lainnya adalah dia mendapatkan nikmat, namun enggan untuk bersyukur pada Allah. Makna lainnya lagi adalah dia berpakaian, namun kosong dari amalan kebaikan. Makna lainnya lagi adalah dia menutup sebagian badannya, namun dia membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutupi) untuk menampakkan keindahan dirinya.”

Hal senada juga dikatakan oleh Ibnul Jauzi yang berpendapat bahwa makna kasiyatun ‘ariyatun ada tiga makna. Pertama, wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita seperti ini memang memakai jilbab, namun sebenarnya dia telanjang. Kedua, wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutup). Wanita ini sebenarnya telanjang. Ketiga wanita yang mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari syukur kepada-Nya.

Kesimpulannya, wanita berpakaian telanjang adalah wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya, atau memakai pakaian ketat, sehingga terlihat lekuk tubuhnya, dan wanita yang membuka sebagian aurat yang wajib dia tutup.
PAKAIAN ISLAMI BAGI WANITA (TIGA SYARAT HIJAB)
Ada beberapa syarat yang harus dipahami remaja putri dan wanita muslim ketika hendak mengenakan hijab atau jilbab syar’i,

PERTAMA, hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh sedikit pun, selain yang dikecualikan karena Allah berfirman, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak.” (An-Nur: 31)

KEDUA, hendaknya hijab tidak menarik perhatian pandangan laki-laki bukan mahram. Agar hijab tidak memancing pandangan kaum laki-laki, maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Hendaknya hijab terbuat dari kain yang tebal, tidak menampakkan warna kulit tubuh (transfaran).
2. Hendaknya hijab tersebut longgar dan tidak menampakkan bentuk anggota tubuh.
3. Hendaknya hijab tersebut tidak berwarna-warni dan tidak bermotif.
Hijab bukan merupakan pakaian kebanggaan dan kesombongan, karena Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mengenakan pakaian kesombongan (kebanggaan) di dunia maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan nanti pada Hari Kiamat kemudian dibakar dengan Neraka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dan hadits ini hasan).
Hendaknya hijab tersebut tidak diberi parfum atau wewangian berdasarkan hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari, dia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Siapa pun wanita yang mengenakan wewangian, lalu melewati segolongan orang agar mereka mencium baunya, maka dia adalah wanita pezina.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa‘i dan At-Tirmidzi, dan hadits ini Hasan).
….Hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak menyerupai pakaian laki-laki atau pakaian kaum wanita kafir….
KETIGA, hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak menyerupai pakaian laki-laki atau pakaian kaum wanita kafir, karena Rasulullah bersabda, sebagaimana diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka.”
Rasulullah juga mengutuk seorang laki-laki yang mengenakan pakaian wanita dan mengutuk seorang wanita yang mengenakan pakaian laki-laki.
 Wallahu ‘Alam.

Jumat, 27 April 2012

.:: DALAM MUNAJAD CINTA SUAMI ::.



Apa yang paling diharapkan seorang laki- laki? wanita cantikkah? wanita kayakah? wanita dari keturunan terhormatkah? atau wanita pelembut hati mereka?

Sehebat hebatnya para laki-laki mereka membutuhkan wanita yang akan bisa lebih menghebatkan mereka. Sekuat kuatnya para laki laki, mereka membutuhkan wanita yang bisa lebih menguatkan pertahanan diri mereka. Sesangar sangarnya para laki laki, mereka membutuhkan wanita untuk menaklukan kebekuan diri dan hati mereka, dan setangguh tangguhnya para laki laki- laki, mereka membutuhkan wanita yang lebih tangguh untuk menegakkan hati mereka saat terpuruk.

Dan bahasa iman mereka menuntun jiwa dan hatinya dalam sebuah ikatan yang halal dimata Allah. Ikatan yang suci bersama seorang wanita yang bernama istri.

Karena istrilah kebahagiaan seorang suami terasa lebih lengkap. Dan sebaliknya, kehilangan sosok bahkan peran istri dalam rumah mereka yang megah sekalipun, akan menyebabkan kehampaan bagi hidup dan hati mereka. Bukan selalunya harta, kecantikan, kedudukan dan keturunan yang dimiliki seorang istri yang menjadi pendamai dalam rumah suami, namun cinta yang tulus demi pengabdian kepada Allah yang justru mengabadikan kehangatan didalamnya.

Tangan kokoh laki laki akan terasa lemah saat mereka melangkah sendiri tanpa seorang makhluk  "lemah" yang menguatkan mereka, itulah keajaiban wanita. yang justru dalam "kelemahan" itu terkandung kekuatan untuk menguatkan suami yang didasari oleh cinta yang tulus sebagai perwujudan pengabdian kepada Allah.

Kekerasan hati laki- laki seketika akan lumer menyaksikan ketelatenan seorang wanita yang kadang bertindak atas dasar perasaan mereka yang penuh kasih sayang.

Dan kemandirian laki laki akan terasa kosong, setelah menyadari kealpaan seorang wanita yang dapat menjadi partner berbagi mereka.

Kesungguhan cinta seorang istri, bahkan bisa membuat seorang suami tak hanya berfokus terhadap tujuan hidupnya, tetapi juga bersemangat mencapai tujuan tersebut. Cinta seorang istri, menempatkan mereka pada posisi penasihat yang terpercaya, sekaligus penyemangat nomor satu dalam hidup suami. Saat seorang suami merasa memiliki istri yang amat mencintainya, ia akan berusaha dengan segenap upaya untuk bisa membuat pasangannya tersebut bangga, dan hal ini akan menjadi motivator terbesar dalam hidupnya.

Cinta adalah selalu tentang keindahan, apalagi jika terwujud sebagai cerminan dari iman dan pengabdian kepada Allah. Dan cinta istri memiliki keindahan yang tidak dapat terbayar oleh apapun bagi para suami. namun satu pertanyaan PR untuk para suami, sudahkah dan akankah mereka menghargai keajaiban cinta itu?


Kamis, 26 April 2012

.:: C.I.N.T.A ITU...MEMBERI KESEMPATAN ATAU MEMPERSILAHKAN YANG LAIN ::.










Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis.

Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.
Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.
”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.

Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.

’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah.

Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.

Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.

”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.

Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,
”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.

Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”

‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”
Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:
“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.”

(kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4).

Senin, 23 April 2012

.:: MUSLIMAH SEJATI ADALAH....?! ::.





Muslimah sejati tidak dilihat dari tangannya yang selalu membawa Al – Qur’an, tetapi dilihat dari hafalan dan pemahamannya akan kandungan Al – Qur’an tersebut.

Muslimah sejati tidak dilihat dari komitmennya dalam menjalankan kegiatan, tetapi dilihat dari keikhlasannya dalam bekerja.

Muslimah sejati tidak dilihat dari tundukan matanya ketika interaksi, tetapi bagaimana dia mampu membentengi hati.

Muslimah sejati tidak dilihat dari solatnya yang lama, tetapi dilihat dari kedekatannya pada Robb di luar aktiviti solatnya.

Muslimah sejati tidak dilihat dari rutin dhuha dan tahajjudnya, tetapi sebanyak apa titisan air mata penyesalan yang jatuh ketika sujud

Muslimah sejati tidak dilihat kasih sayangnya pada orang tua dan teman – teman, tetapi dilihat dari besarnya kekuatan cinta pada Ar-Rahman Ar-Rahiim.

Muslimah sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tetapi dilihat dari sejauh mana dia menutupi bentuk tubuhnya.

Seorang muslimah sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dilihat dari kecantikan hati yang ada di sebaliknya.

Muslimah sejati bukan dilihat dari begitu banyaknya kebaikan yang dia berikan tetapi dari keikhlasan dia memberikan kebaikan itu.

Akhwat sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dilihat dari apa yang sering mulutnya bicarakan.

Muslimah sejati bukan dilihat dari kefasihan berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya dia berbicara.

Muslimah sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian tetapi dilihat dari sejauh mana dia berani mempertahankan kehormatannya.

Muslimah sejati bukan dilihat dari kekhuatirannya digoda orang di jalan tetapi dilihat dari Kekhuatiran dirinyalah yang mengundang orang jadi tergoda.

Muslimah sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang dia jalani tetapi dilihat dari sejauhmana dia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa syukur.

Muslimah sejati tidak dilihat dari jilbabnya yang anggun, tetapi dilihat dari kedewasaannya dalam bersikap....

Minggu, 22 April 2012

.:: MUSLIMAH "PERMATA TERINDAH DUNIA" ::.





Muslimah “Permata Terindah dunia”
Saudariku…..
Sesungguhnya kejadianmu terlalu unik
Tercipta dari tulang rusuk Adam yang bengkok menghiasai taman-taman indah
Lantas menjadi perhatian sang kumbang.
Kau umpama sekuntum bunga
Harum aromamu bisa menarik perhatian sang kumbang untuk mendekatimu

Namun…..
Tidak semua bunga senang untuk didekati oleh sang kumbang
Lantaran duri yang memagari dirinya umpama mawar
Dari kejauhan sudah tercium akan keharumannya
Serta kilauan warnanya yang memancar indah
Mengundang kekaguman terhadap sang kumbang
Tapi awas duri yang melingkari
Bisa membuatkan sang kumbang berfikir beberapa kali untuk mendekatinya.

Saudariku…..
Aku suka sekiranya kau seperti mawar
Yang tercermin pada setiap diri mujahidah
Bentengilah dirimu dengan perasaan malu
Yang bertiangkan rasa keimanan
Dan keindahan taqwa kepada Allah
Hiasilah wajah mu dengan titisan wudhu...

Ingatlah bahwa ciri-ciri seorang wanita solehah
Ialah ia tidak melihat kepada lelaki
Dan lelaki tidak melihat kepadanya.
Sesuatu yang tertutup itu lebih berharga
Jika dibandingkan dengan sesuatu yang tampak
Umpama sebutir permata yang dipamerkan buat perhatian umum dengan permata yang diletakkan dalam satu tempat yang tertutup
Sudah pastinya keinginan untuk melihat permata yang tersembunyi itu melebihi daripada yang terlihat.

Wanita solehah yang taat dan patuh pada Al Khaliq dalam melayari liku-liku kehidupannya
Adalah harapan setiap insan yang bernama Adam……

Namun ………..
Ia-nya memerlukan pengorbanan dan mujahadah yang tinggi
Karena ia-nya bercangkang nafsu
Serakah materi yang bersarang dalam dirinya
Lebih-lebih lagi atribut gadis modern yang ianya miliki
Sudah pastinya darah mudanya memudarkan rasa keimanan yang ada
Maka berhatilah saudariku.

Namun ingatlah saudariku….
Sesiapa yang inginkan kebaikan
Maka Allah akan memudahkan baginya jalan-jalan kearah itu
Yang Penting saudariku engkau mesti punyai azam, usaha dan keistiqomahan.

Saudariku…..
Akuilah hakikat dirimu
Menjadi fitnah kepada kebanyakan lelaki
Seandainya pakaian malumu kau tanggalkan dari tubuhmu maka sudah tidak ada lagi perisai yang dapat membentingimu…

Sesungguhnya nabi mengatakan tentang bahaya dirimu
” Tidak ada suatu fitnah yang lebih besar yang lebih bermaharajalela selepas wafatku
terhadap kaum lelaki selain fitnah yang bersumber daripada wanita”

Oleh itu saudariku …
Setiap langkah dan tindakanmu
Hendaklah bermanhajkan kepada Al Quran dan As Sunnah
Jangan biarkan orang lain mengeksploitasikan dirimu untuk kepentingan tertentu.

Sesungguhnya Allah telah mengangkat
martabatmu sebaris dengan kaum Adam
Kau harapan ummah dalam melahirkan
Para mujahid dan mujahidah
Yang bisa menggoncangkan dunia dengan sentuhan lembut tanganmu…..

Saudariku…
Dalam hidupmu pastinya
Ingin disayangi dan menyayangi
Itulah fitrah setiap insani
Namun banyak diantara kamu yang terbutakan karena cinta…

Bercinta itu tidak salah
Tapi memuja cinta itu yang salah
Karena cinta buta manusia sanggup menjual agama
Dan karena cinta buta tergadai harga dirimu
Gejala murtad serta keruntuhan moral muda mudi sebahagian
besarnya kerana sebuah cinta

Iya, itulah cinta buta
Itulah cinta akan nafsu
Itulah lilitan kecintaan terhadap dunia.

Saudariku….. maka sadarilah
Benarlah sabda Rasulullah SAW
“Sesungguhnya cinta itu buta”
cinta itu mampu membutakan mata dan
hatimu dalam membedakan
perkara yang hak dan yang batil
apabila kau meletakkan cinta
itu atas dasar nafsu dan tidak karena
Allah SWT…

Sebelum kau mendekati cinta,
cintailah dirimu terlebih dahulu,
mengkaji hakikat kejadianmu yangbegitu simbolik,
yang berasal daripada setitis air yang tak berharga
lalu mengalami proses pembentukan yang direncanakan oleh Allah..

Semoga disana mampu melahirkan rasa
keagungan dan kehebatan
terhadapNya dan timbul rasa cinta dan
kasih pada Penciptamu……
Semoga bermanfaat ..

Marilah Setiap detak-detik jantung.., selalu kita isi dengan..
Asma Teragung diseluruh jagad semesta raya ini…
Subhanakallahumma wabihamdika AsyaduAllahilaha illa Anta Astagfiruka wa’atubu Ilaik …